Gunung sampah plastik raksasa menyumbat sungai di Indonesia

Krisis limbah plastik di Indonesia telah begitu akutnya sehingga tentara dikerahkan untuk memberikan bala bantuan, khususnya untuk menangani masalah sampah di Sungai Citarum, di Jawa Barat. Masalah yang masih menghantui Indonesia ketika dunia memperingati Hari Bumi, yang jatuh hari Minggu (22/04).

Sungai-sungai dan selokan-selokan di Indonesia tersumbat oleh botol, tas dan kemasan plastik lainnya.

Para pejabat mengatakan mereka seperti terlibat dalam “pertempuran” melawan sampah yang menumpuk secepat mereka membersihkannya.

Komandan unit militer di kota Bandung menggambarkannya sebagai “musuh terbesar kita”.

Seperti banyak negara berkembang, Indonesia dikenal bukan untuk urusan positif, namun karena kerepotan dalam mengatasi gunung-gunung sampah.

Ledakan jumlah penduduk antara lain berdampak pada merajalelanya wadah, pembungkus, serta kantong plastik yang menggantikan kemasan alami dan tradisional yang mudah terurai di alam seperti daun pisang.

Akibatnya, upaya pemerintah-pemerintah setempat untuk mengumpulkan dan mengelola sampah tidak mampu mengikuti ekspansi dramatis dari sampah yang dihasilkan warga.

Dan budaya lama membuang sampah ke selokan dan sungai menunjukkan bahwa setiap upaya untuk membersihkan lingkungan membutuhkan perubahan besar dalam pola pikir masyarakat.

‘Pemandangan mengguncangkan’

Di Bandung, kota terbesar ketiga di Indonesia, kami menyaksikan pemandangan mengguncangkan: konsentrasi sampah plastik yang begitu tebal sehingga tampak seperti gunung es dan menyumbat sebuah anak sungai utama.

Tentara dikerahkan di atas tongkang menggunakan jaring untuk mencoba menguraikan kantong plastik, kotak makanan dan botol styrofoam: usaha yang tampak sia-sia karena sepanjang waktu makin banyak saja limbah plastik mengalir ke arah mereka dari hulu.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Dr Anang Sudarna, mengatakan kepada saya bahwa persoalan ini ‘mustahil dipecahkan tanpa campur tangan otoritas tertinggi”.

Itu sebabnya dia mengambil langkah drastis untuk meminta presiden Indonesia untuk mengirimkan tentara, dan langkah itu memang ada hasilnya, kata Dr Sudarna.

“Hasilnya sedikit membaik … tapi saya marah, saya sedih. Saya mencoba memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan hal ini … yang paling sulit adalah perilaku warga dan kemauan politik,” kata Sudarna kepada editor lingkungan BBC, David Shukman.

Serangan langsung

Untuk Sersan Sugito, komandan satuan tentara di Kodam Siliwangi, tugas itu baru dan tidak biasa dan “tidak semudah membalik tangan”.

“Musuh saya saat ini bukan musuh di pertempuran, apa yang saya perangi saat ini adalah sampah, itu adalah musuh terbesar kita.”

Namun dia juga mengatakan bahwa ada plastik-plastik yang diakui berharga misalnya, karton plastik dan botol minum dapat dipisahkan dari sampah lain dan dijual.

Mendorong orang untuk melihat plastik sebagai sumber daya adalah langkah kunci untuk menemukan solusi terhadap krisis ini.

Untuk mendorong daur ulang, pihak berwenang di wilayah Bandung mendukung prakarsa “desa ramah lingkungan”. Warga dapat membawa barang-barang lama dari plastik dan mendapatkan sejumlah kecil uang sebagai imbalan.

Plastik kemudian dibagi berdasarkan jenisnya. Dalam satu proyek yang kami kunjungi, dua perempuan dengan sabar memotong botol dan cangkir plastik kecil karena memisahkan berbagai jenis polimer menghasilkan harga yang lebih mahal.

Para pejabat optimistis bahwa kabar akan menyebar bahwa plastik itu memiliki nilai dan meningkatkan kesadaran akan masalah sampah plastik. Tetapi mereka juga mengakui secara pribadi bahwa banyak warga yang tetap tidak tertarik atau tidak dapat melihat inti masalahnya.

Sementara itu, di satu-satunya lokasi TPA di Bandung -yang hanya menampung segelintir saja dari limbah yang dihasilkan kota- daur ulang tidak resmi sedang berlangsung.

Sumber : www.bbc.com/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *