Solusi Teknologi Terkini Pengolahan Sampah

PERSOALAN sampah seolah-olah merupakan masalah abadi. Sepanjang manusia dan makhluk hidup lainnya ada, maka problematika sampah pun akan terus ada. Sisi polutif sampah merupakan hal yang senantiasa menghantui masyarakat. Padahal, di samping itu banyak manfaat dari sampah ini. Tergantung dari mana kita memandangnya.

Dari data yang disuguhkan Dr. Setiawan Wangsaatmaja, pakar lingkungan BPLHD sungguh mengerikan, sekira 90% tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Jawa Barat tidak layak pakai, sehingga menjadi sumber penyakit ( “PR “, 22/11).

Lain lagi apabila dilihat dari aspek bisnis. Dari kasus sampah DKI sebagai contoh, volume sampah yang dihasilkan ibu kota adalah 6.000 ton/hari, dan dibuang ke TPA sampah Bantargebang, Bekasi yang luasnya 108 ha. Selain menjadi masalah, lautan sampah tersebut juga menjadi lautan rezeki bagi para pemulung, dan sekarang ini menjadi lahan usaha yang menjanjikan bagi perusahaan pengolahan sampah. Dari data yang diambil dari Pikiran Rakyat (Rabu, 24/11) dikemukakan, keuntungan yang diperoleh PT Wira Guna Sarana (WGS) dengan kapasitas produksi 2.000 ton sampah/hari dengan biaya pengolahan Rp 53.000,00/ton atau sama dengan Rp 106 juta/hari.

Itu baru sebagian dari volume sampah yang ada, masih tersisa 4.000 ton sampah DKI Jakarta yang menunggu pengolahan. Bisa dihitung sendiri keuntungannya.

Dari segi sarana, Indonesia masih memerlukan banyak sarana pengolahan sampah, terutama di perkotaan. Secara teknologi, solusi masalah sampah ini telah banyak diterapkan, tetapi belum ada yang menjawab persoalan ini secara definitif. Pembenahan masalah sampah bukan hanya dari aspek teknologi, tetapi juga menyangkut aspek sosial-budaya masyarakat. Tulisan ini akan mengangkat sebuah teknologi terbaru di tanah air untuk pengolahan sampah. Teknologi ini diintroduksi peneliti muda dalam bidang teknologi plasma, Dr. Anto Tri Sugiharto.

Solusi teknologi

Berbagai solusi teknologi penanggulangan sampah dari negara-negara maju sepertinya sudah pernah ditawarkan, namun sepertinya teknologi-teknologi yang ditawarkan masih selalu membutuhkan berbagai kajian khusus, mengingat permasalahan sampah di Indonesia cukup unik dibandingkan permasalahan di berbagai negara maju. Hal ini dapat dilihat mulai dari permasalahan kultur bangsa Indonesia yang tidak disiplin, hingga permasalahan regulasi pemerintah yang masih sangat lemah.

Namun, kita akan tetap mencoba untuk menggali teknologi-teknologi lain yang lebih tepat guna mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Salah satu teknologi terkini yang di masa depan diperkirakan akan menjadi solusi terbaik dalam menangani masalah sampah adalah pemanfaatan teknologi plasma, atau lebih dikenal dengan nama plasma gasifikasi (gasification) dan pengkristalan atau vitrifikasi (vitrification). Berbagai penelitian dasar telah banyak dilakukan. Dewasa ini di berbagai negara maju seperti di kota Yoshii (1999) dan Mihama-Mikata (2002), Jepang pengembangan skala pilot untuk meningkatkan efisiensi dari teknologi ini semakin gencar dilakukan.

Teknologi plasma

Plasma merupakan bentuk zat keempat. Merupakan kondisi gas terionisasi yang juga terjadi di alam seperti halilintar dan aurora. Sedangkan dalam bidang industri plasma dapat dibuat dengan menggunakan metode electrical discharge. Plasma yang terbentuk akan memiliki suhu yang sangat tinggi.

Plasma gasifikasi dan vitrifikasi adalah merupakan suatu metode efektif dalam menguraikan berbagai senyawa organik dan anorganik menjadi elemen-elemen dasar dari sebuah senyawa, sehingga dapat dipergunakan kembali (reuse) dan didaur ulang (recycle). Komponen terpenting dari sistem plasma gasifikasi dan vitrifikasi adalah sebuah reaktor plasma, yang dapat terdiri dari sebuah plasma torch atau lebih. Plasma torch dapat dibentuk dengan memberikan tegangan DC pada dua buah elektroda. Selanjutnya dengan memberikan gas yang dilewatkan pada kedua elektroda tadi terbentuklah plasma torch dengan memiliki suhu yang sangat tinggi antara 5.000 oC hingga 10.000 oC.

Plasma reaktor akan dioperasikan pada kondisi sub-stoichiometric atau tanpa oksigen yang masuk dalam plasma reaktor, sehingga tidak terjadi proses pembakaran. Jadi sistem plasma gasifikasi dan vitrifikasi ini bukan sebuah insinerator atau tungku pembakaran lainnya. Dengan suhu yang dapat mencapai 10.000 oC, plasma dapat menguraikan berbagai senyawa beracun dalam waktu 1/1.000 detik. Sehingga dapat mengeliminasi proses pembentukan senyawa lain dan pembentukan gas beracun yang biasanya terjadi pada sebuah pembakaran dari insinerator.

Temperatur ekstrem seperti di atas hanya akan didapat jika kita menggunakan sistem plasma torch, suhu ini sangat diperlukan dalam menguraikan molekul senyawa organik menjadi senyawa dasar gas seperti karbon monoksida dan hidrogen. Demikian pula halnya dengan senyawa anorganik selain dapat dilelehkan menjadi molten glass yang kemudian mengkristal (vitrified).

Umumnya ada tiga reaksi yang terjadi pada proses plasma gasification dalam menghasilkan synthesis gas (syngas) yang terdiri dari gas karbon monoksida dan hidrogen. Reaksi pertama adalah gasifikasi atau thermal cracking. Pada proses ini molekul berukuran besar di uraikan menjadi gas, molekul yang lebih kecil dan ringan. Proses pyrolisa ini menghasilkan gas hidrokarbon dan gas hidrogen. Umumnya terbentuk radikal dalam proses ini dengan berbagai cara. Hasil akhir dari proses ini adalah hidrokarbon ringan seperti metan dan hidrogen.

Reaksi kedua yang terjadi dalam proses pembentukan syngas adalah oksidasi parsial. Oksidasi parsial dapat menghasilkan karbon monoksida, dan dengan proses oksidasi yang lebih rumit akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Karbon dioksida dan air adalah merupakan hasil terakhir dari sebuah proses oksidasi.

Reaksi ketiga yang terjadi adalah reaksi reforming. Reaksi yang terjadi merupakan kombinasi dari reaksi-reaksi yang terjadi selama proses gasifikasi berlangsung. Sebagai contoh, karbon dapat bereaksi dengan air dan menghasilkan karbon monoksida dan hidrogen, atau karbon dapat bereaksi dengan karbon dioksida dan menghasilkan dua buah melekul karbon monoksida. Reaksi reforming ini memiliki kemungkinan untuk membentuk fuel gas.

Gasifikasi proses akan dikontrol pada suhu plasma plume 4.000 – 5.000 oC dengan suhu syngas yang keluar dari reaktor 1.250 – 1.450 oC. Dengan mempertahankan suhu di atas, dapat meminimalisasi ukuran reaktor dan dapat menghasilkan syngas sebagai fuel gas dalam jumlah yang besar. Selain itu tanpa memerlukan konstruksi material yang tahan panas yang mungkin dipergunakan. Suhu ini juga dapat dioperasikan pada tekanan kamar, sehingga mengurangi desain chamber pressure yang mahal.

Teknologi bersih

Di masa depan, plasma gasifikasi dan vitrifikasi akan menjadi solusi terbaik dalam pengolahan sampah. Pada Gambar 1. dapat dilihat alur proses dari gasifikasi dan vitrifikasi sampah beserta keluaran (output) yang dihasilkannya. Plasma gasifikasi dan vitrifikasi dikenal sebagai teknologi bersih, di mana sisa akhir dari proses pengolahannya kebanyakan merupakan syntesis gas yang terdiri dari gas karbon monoksida dan hidrogen, dan kerak logam yang sudah bukan bahan berbahaya beracun (B3).

Dilaporkan pada salah satu pilot plant pengolahan sampah di Kota Yoshii, Jepang, keluaran kadar kandungan dioxin dan furan dari proses plasma adalah 0,01 ng/m3. Batas emisi yang diizinkan di Jepang adalah 0,1 ng/m3 (Japan permitted emission levels). Sedangkan gas lain yang mungkin terbentuk dalam jumlah sangat kecil pada proses plasma seperti HCl, H2S dan HF dapat diproses dengan proses lebih lanjut, sehingga dapat dimanfaatkan kembali

Beberapa keuntungan juga didapatkan dengan pemanfaatan plasma gasifikasi dan vitrifikasi dalam pengolahan sampah di antaranya produksi syngas yang merupakan fuel gas dengan nilai kalori yang tinggi, sehingga gas atau panasnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan gas turbin atau untuk menggerakkan steam turbin pada sebuah pembangkit listrik. Pemanfaatan lainnya juga dapat digunakan untuk proses destilasi air laut. Sedangkan kerak logam (slag) yang dihasilkan diketahui bukan termasuk bahan B3. Slag yang terdiri dari logam dan glassy material yang mengkristal dapat dipisahkan dengan mencampurkan air. Melalui proses ini logam dapat didaurulang dan dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku material. Sementara glassy material dari slag dapat dengan aman ditimbun atau dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi jalan, bangunan, dan lainnya.

Beberapa keuntungan di atas menjadikan plasma gasifikasi dan vitrifikasi dinilai sangat menjanjikan dalam proses pengolahan sampah dan limbah padat lain di masa yang akan datang. Namun, dalam pemanfaatannya nanti apakah kita siap untuk menggunakannya Mengingat permasalahan penanganan sampah seperti disampaikan di awal tidak hanya bergantung pada teknologi pengolahannya, tapi faktor regulasi dan kesadaran masyarakat tetap menjadi kunci utama keberhasilan penanganan sampah di Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius agar tragedi Bojong tidak terulang kembali.

Anto Tri Sugiarto, Ph.D. dan Suherman, M.Si.,

Peneliti dengan spesialisasi plasma pada Pusat Penelitian KIM-LIPI. Staf Balai Informasi Teknologi LIPI Bandung.

Sumber: http://lipi.go.id/berita/solusi-teknologi-terkini-pengolahan-sampah-/304

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *